Kamis, 05 November 2009

MASA DEPAN KITA ADA DIMANA ???


MASA DEPAN KITA ADA DIMANA ???
(Agenda Utama Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II)
By Syamsul Bahri, SE Conservationist, Pengamat, Dosen STIE-SAK, syamsul_12@yahoo.co.id


Terlepas terbentuknya dan terpilih Menteri KIB II memenuhi aspek Presidential, Zaken Kabinet atau tidak, namun salah satu langkah maju untuk mencoba melihat Indonesia dari berbagai segi telah dilakukan Rembuk Nasional (National Summit 29-31 Oktober 2009), dengan menghasilkan sebuah target yang fantastik, yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai tahun 2014 sebesar 7,0%-8,0%, dengan kegiatan-kegiatan lebih mengutamakan Investasi sektor real, antara lain revitalisasi sektor Pangan (Sub sektor Tanaman pangan dan Holtikultura, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan), salah satu tujuan utama adalah menciptakan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan di Indonesia serta perbaikan dan pengembangan Infrastruktur dan ketahanan energi yang berjalan seiring

Rembuk Nasional (National Summit) bermaksud ”menyapu bersih” berbagai peraturan yang dinilai menghambat tercapainya target pertumbuhan ekonomi 7-8 persen tahun 2014 (Kompas, 29/10/2009). Demi efisiensi dan pemerintahan yang bersih, maksud itu patut didukung, apabila acuan pada keberhasilan adalah pertumbuhan ekonomi, namun seyogyannya tidak menerobos pilar-pilar ekonomi yang bermaksud melindungi barang dan jasa publik yang bersifat strategis.dalam UUD 1945.

Pilar ekonomi yang tertuang dalam UUD 1945, pasal 33  yang diuraikan  (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dan (3) Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk “sebesar-besar kemakmuran rakyat”,

Karena inti dari Pilar ekonomi tersebut yang tertuang dalam UUD 1945, “sebesar-besar kemakmuran rakyat”, (tentunya tanpa membedakan kelas) yang belum tentu bisa terpenuhi melalui indikator pertumbuhan ekonomi semata-mata, karena dipandang pertumbuhan ekonomi selama ini telah menciptakan jarak miskin dan kaya semakan jauh, sedangkan salah tujuan Pembanguan Nasional adalah meningkatkan kesejahteraan serta mengentaskan kemiskinan.

Target dan Program Nasional Summit, hendaknya disamping pilar ekonomi yang tertuang dalam UUD 1945, perlu diperhatikan apa yang disamnpaikan oleh Prof. Dr. Emil Salim pada tanggal 15 April 2008 di Istana Isen Mulang, Palangka Raya (Kalteng) “Masa depan kita ada dimana?”, selanjutnya beliau sendiri yang menjawab bahwa “masa depan kita ada di hutan, dengan segala isinya, flora (hewan), fauna (tumbuhan), jasa lingkungan (air, udara, ekowisata), gudangnya ilmu pengetahuan dan sebagainya……!”, dipertegas oleh beliau menekankan akan arti pentingnya kelestarian dan kelangsungan berbagai fungsi dan manfaat hutan untuk generasi kini dan masa mendatang (Kalimantan Post, 30-06-09 11:10), pernyataan Emil  Salim tersebut sejalan dengan penjelasan Duta Besar PBB untuk Millenium Development Goals (MDGs) Asia Pasifik, Erna Witoelar menyatakan perusakan lingkungan menyebabkan masyarakat semakin miskin karena rusaknya sumber daya potensial. "Angka kemiskinan akan terus naik seiring dengan kerusakan lingkungan," Berdasarkan hasil evaluasi program MDGs di Asia Pasifik, tahun 2006 Indonesia dinilai mengalami penurunan pencapaian target MDGs. "Penurunannya sangat parah," kata dia dalam diskusi "Pemenuhan dan Pemulihan Keadilan Ekologis,". Penyebab utamanya adalah bencana alam akibat kerusakan ekologis dan konflik politik. Mundurnya pencapaian pembangunan itu, kata dia, menyebabkan masyarakat semakin miskin, akses pada sarana pendidikan dan kesehatan minim dan lingkungan yang semakin rusak.

Sehingga revitalisasi sector pangan, tidak bisa lepas dari bagaimana kita mengoptimalkan fungsi penyangga kehidupan (penyangga ekonomi) dari sebuah kawasan Konservasi dan atau kawasan Lindung, karena kawasan ini secara ekonomi memiliki nilai ekonomi langsung dan nilai ekonomi yang tidak langsung sebagai penyangga ekonomi masyarakat yang sangat besar, apabila revitalisasi sector pangan mengabaikan peran dan fungsi penyangga kehidupan, tentunya target pencapaian pertumbuhan ekonomi akan mengalami hambatan, bahkan mungkin turun, karena factor penyangga akan sangat berpengaruh atas keberlangsungan dan keberlanjutan peningkatan “kemakmuran rakyat”.

Sebuah kebijakan yang tidak berfihak kepada penyelamatan pelestarian hutan dan lingkungan sebuah kebijakan yang tidak areif dalam pembangunan nasional, dan merupakan sebuah kebijakan pemiskinan terstruktur di Indonesia, dan kondisi hutan dan lingkungan Indonesia cukup memprihatinkan, dengan indicator yang dirasakan adalah bencana demi bencana melanda Indonesia hampir tiap tahun