Kamis, 03 Desember 2009

Tingkat Kesejahteraan Petani Jambi Terendah

Kamis, 3 Desember 2009 | 03:33 WIB

JAMBI, KOMPAS - Tingkat kesejahteraan petani di Provinsi Jambi secara nasional berada pada urutan terendah. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi daerah tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan petaninya. Ini terjadi karena laju pertumbuhan ekonomi Jambi lebih banyak digerakkan oleh tingginya tingkat konsumsi rumah tangga.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi Dyan Pramono Effendi, Rabu (2/12), menyatakan, rendahnya tingkat kesejahteraan petani di Provinsi Jambi tersebut diukur dari nilai tukar petani (NTP). NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.

”Dengan kata lain, biaya hidup ditambah biaya produksi yang dikeluarkan petani di Provinsi Jambi lebih besar dibanding pendapatan yang diterimanya. Artinya, daya beli petani lebih rendah dibanding harga-harga kebutuhan hidupnya,” kata Dyan.

Dalam perhitungan NTP, jika pendapatan petani sama dengan jumlah biaya hidup ditambah biaya produksi, maka skornya 100. Jika di bawah 100, artinya pendapatan petani lebih rendah dibanding harga-harga kebutuhan hidup dan biaya bertani.

Berdasarkan data BPS, NTP Provinsi Jambi selama Agustus sampai Oktober 2009 berada di urutan terendah di antara 33 provinsi se-Indonesia. Pada bulan Oktober, misalnya, NTP Provinsi Jambi adalah 93,66. Sementara itu, NTP rata-rata Indonesia adalah 100,79.

Rendahnya NTP Provinsi Jambi itu terjadi di semua subsektor. NTP tanaman pangan sebesar 94,45, NTP hortikultura (97,21), NTP tanaman perkebunan rakyat (90,64), NTP peternakan (98,13), dan NTP perikanan sebesar 91,6.

Terpuruk

Sepanjang Januari hingga Oktober 2009, NTP Provinsi Jambi terus terpuruk di bawah 100. Hal yang sama terjadi di enam bulan pada tahun 2008, yakni Januari, Februari, September, Oktober, November, dan Desember.

Wakil Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Provinsi Jambi Doni Parasaribu menyatakan, rendahnya kesejahteraan petani di Jambi akibat sistem pertanian termasuk pola distribusi penjualan secara keseluruhan tidak berpihak pada kepentingan petani. Ini, misalnya, sangat jelas dialami petani plasma di perkebunan karet yang hanya dijadikan alat produksi perusahaan.

Peran Pemerintah Provinsi Jambi dan daerah tingkat dua sebagai fasilitator dinilai tidak jalan, malah yang marak adalah suburnya pungutan liar oleh oknum aparat dan birokrat sehingga menyebabkan biaya produksi membengkak. Ujung-ujungnya, perusahaan menekan pengeluaran yang berkaitan dengan kesejahteraan petani.

Secara terpisah, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Tagor Nasution menyatakan, pihaknya menyangsikan validitas data BPS tersebut. Alasannya, laju pertumbuhan ekonomi Jambi yang 70 persen masyarakatnya adalah petani tergolong tinggi.

”Saya kurang percaya kepada data itu karena pertumbuhan ekonomi Jambi termasuk tinggi di Sumatera,” kata Tagor.

Berdasarkan data BPS, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi pada triwulan ketiga sebesar 2,01. Ini, menurut Dyan, termasuk tinggi.

Namun, tingginya laju pertumbuhan ekonomi tersebut lebih banyak disebabkan tingginya tingkat konsumi rumah tangga sehingga tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan petani. (LAS)

sumber http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/03/03333421/tingkat.kesejahteraan.petani.jambi.terendah