Sabtu, 26 Juni 2010

“GOLPUT (GOLONGAN PUTIH)”

DALAM PIL”GUB”KADA JAMBI TAHUN 2010
(Dana kampanye berbanding lurus dengan perolehan suara)
By Syamsul Bahri, Conservationis Jambi, Pengamat dan Dosen STIE-SAK, syamsul_12@yahoo.co.id


Pemilihan Gubernur Jambi telah dilaksanakan secara Luber pada tanggal 19 Juni 2010, dengan hasil yang mungkin tidak mengalami perbahan yang signifikan adalahberkisar untuk  pasangan No. 1 (ZA-Ami) 19,90%  , pasangan No 2 (HBA-Fachrori) 40,58%, Pasangan No.3 (MM-Hich) 25,68% dan pasangan No 4 (Safrial-ASN) 13,84 %, dan jika diurut berdasarkan tingkat perolehan suara pasangan urut No 2 (HBA-Fachrori) menjadi peraih suara terbanyak 40,58%,  Pasangan No urut 3. (MM-Hich) 25,68%, peraih suara urutan 2, dan dilanjutkan oleh Nomor urut 1 dan 4, masing-masing (ZA-Ami) 19,90% , (Safrial-ASN) 13,84 %,

Apabila tidak ada persoalan yang menyangkut prinsip, maka Pasangan cagub dan cawagub peraih suara terbanyak di pilgub Jambi 19 Juni lalu, HBA-Fachori Umar, direncanakan akan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur  Jambi 3 Agustus mendatang, yang sekaligus berakhirnya masa jabatan gubernur Jambi Zulkifli Nurdin yang sudah memimpin Jambi dua periode.


Jika kita perhatikan tingkat perolehan suara dari suara yang syah adalah  1.483.504,0 , dan dana kampanye secara keseluruhan dari 4 pasangan Calon Gubenrnur adalah Rp   10.407.500.000  selama 2 minggu, pada Pilkada Jambi tanggal 19 Juni 2010 terlihat korelasi berbading lurus antara besarnya dana kampanye dengan tingkat perolehan suara, yang dirinci berdasarkan besar dana Kampanyae dan perolehan suara terbanyak HBA-Fahrori dengan dana Kampanye Rp 4.500.000.000,-(43,2%), perolehan suara    606.820,0 (40,38%), pasangan Nomur urut 3 menjadi pemenang ke 2 adalah MM-Hick dengan dana Kampanye Rp 3.003.000.000,-(28,9%), perolehan suara 385.220,0 (26,7%), pasangan Nomur urut 1 menjadi pemenang ke 3 adalah ZA-Ami dengan dana Kampanye Rp 1.929.000.000,-(18,5%), perolehan suara 286.912,-(19,0%), pasangan Nomur urut 4 menjadi pemenang ke 4 adalah SAS dengan dana Kampanye Rp 975.500.000,-(9,4%), perolehan suara 204.552,0.-(13,7%)

Data tersebut menggambarkan sebuah hukum kekekalan energi politik, bahwa input dan out hampir sama, dan realitas tersebut telah membuktikan, walaupun variabel lain, lamanya sosialisasi, dukungan partai dan tokoh partai cukup memberikan pengaruh signifikan dalam meraih suara, baik dibasis maupun mencari suara di basis lawan maupun basis netral.

Didalam kesuksesan pelaksanaan Pilkada Jambi (Insya Allah) yang mungkin akan menjadi Pilkada teladan di Indonesia, namun terdapat pernik-pernik yang mengganjal, sesuai data sementara adalah rendahnya tingak partisipasi masyarakat pemilih yaitu 68,31 yang membuat peningkatan pemilih GOLPUT  meningkatnya menjadi 31,69%, apakah data ini merupakan indikator “Kesadaran Politik Masyarakat Jambi Kurang”,

Jika kita coba lihat tingkat partisipasi sementara di tingkat Kabupaten/Kota, berkisar diatas 60%, dengan tingkat Partisipasi tertinggi adalah Kerinci (Kabupaten Kerinci-Kota Sungai penuh) yaitu 83,4%, dari DPT sebanyak 257.124 dan suara masuk adalah 224.664 (suara syah dan tidak syah), dan golput 32.460,- (12,6%), seterusnya adalah Sarolangun yaitu 77,89% dari DPT sebanyak 174.508,- dan suara masuk adalah 135.925 (suara syah dan tidak syah), dan golput 38.583,- (22,1%).

Selanjutnya tingkat partisipasi terendah adalah Kota Madya Jambi 62,15% dari DPT sebanyak              402.307,- dan suara masuk adalah   250.043 (suara syah dan tidak syah), dan golput 152.264,- (37,8%), Kota Madya Jambi sebagai barometer Politik di Propinsi Jambi, yang terdiri dari multi etnis dan memiliki kecenderungan sebagai pemlilih berbasis rasional dan Intelektual.



Bahwa munculnya golongan putih  (Golput) dalam setiap Pemilu baik Pileg, Pilkada, maupun Pilpres tidak mungkin untuk dihindari, dan memang itu sebuah pilihan, dilatar belakang menurut beberapa pengamat adalah instrumen pemilu dan pilkada, yakni antara lain (1). figur kandidat yang ditetapkan dengan parameter profesional, moral, dan nilai jual di tengah masyarakat, ternyata calon yang muncul dinilai masyarakat tidak aspiratif dan tidak kapabel, (2) unsur nepotisme dari pihak parpol tertentu yang membuat masyarakat jenuh. (3) faktor yang juga paling dominan yang menjadi penyebab golput adalah sikap nepotisme pihak-pihak tertentu dalam menetapkan calon, sedangkan dalam kondisi riil bertentangan dengan keinginan masyarakat secara umum hal itu akan memengaruhi orang untuk tidak memilih alias memilih untuk golput,” walaupun pilihan tersebut tidak mendukung upaya demokrasi, munculnya golput bukan hanya disebabkan oleh sebuah pilihan, melainkan disebabkan belum sempurnanya pelayanan KPUD dalam memberikan informasi dan pelayanan untuk warga negara yang akan menyalurkan hak politiknya seperti kisruh DPT dimaknai sebagai kesalahan administrasi, pada hal keselahan ini menyebabkan hak politik seseorang hilang, pada hal legalitas akurat DPT bagian terpenting dalam setiap pemilu demokratis, kesalahan itu diawali dengan kekacauan administrasi kependudukan, kisruh DPT merupakan akibat dari sistim kependudukan yang belum mantap.

Secara umum, gulput itu muncul disebabkan oleh (1) Memang Pilihan, karena figur kondidat yang tidak dipercayai, unsur nepotisme dari pihak parpol tertentu yang membuat masyarakat jenuh, dll, dan (2) Sistim Managemen Pelayanan dan informasi Publik yang meliputi hak dan tanggung jawab pemilih yang belum dilakukan oleh KPUD secara optimal.

Kalau kita amati data Golput dalam Pilleg di Indonesia, semakin hari semakin besar tahun 2009, merupakan golput yang tertinggi, yang mencapai 30% dan yang terkecil adalah tahun 1971 mencapai 6,67%

Begitu juga dengan Pil”bup”kada dan Pil”wako”kada di Propinsi Jambi, seperti Merangin mencapai 27%, Bungo 16%, Tanjabtim 18%, Sarolangun 17%, Batanghari 27% dan Kerinci 30%

Ada hal yang sangat menarik dalam Pilkada Jambi tanggal 19 Juni 2010, yang sedikit berbeda di Pilkada Propinsi lain, adalah Pasangan yang diusung oleh Partai besar seperti HBA-Fachrori, secara total foot ball didukung oleh tokoh partai besar dalam melakukan kampanye seperrti Dewan pembina Partai PD, Andi Malaranggeng, Anas Urbaningrum, dll, sedangkan tokoh Golkar Abu Rizal bakri, Akbar Tanjung, dll, dan Pasangan MM-Hick, disamping Zulkifli Nurdin dan ratui Munawaroh, didukung juga oleh tokoh Nasional Amin Rais, dukungan tersebut adalah untuk memecahkan suara dikantong dan yang berbasis tradisional yang besar di Propinsi Jambi dan itu berhasil

Keputusan Politik ini merupakan keputusan untuk kemenangan masyarakat Jambi secara keseluruhan, terlepas Pasangan HBA-Fachrori kalah di Kerinci, semaunya menjadi bagian dari sebuah demokrasi yang tentunya menjadi bagian dari Pemerintah HBA-Fachrori yang tidak bisa ditelantar dan ditinggalkan, karena secara kekerabatan mereka ada di semua lini dalam masyarakat Jambi dan memiliki profesionaluisme dan Intelektualisme yang mumpuni, sekaligus membuktikan bahwa HBA-Fachori bukan sebagai tokoh ABK..


Sehingga untuk Pemlihan Kepala Daerah seperti Bupati dan wali kota yang akan berlangsung pada tahun 2010-2011 di Propinsi Jambi, diharapkan dalam meminimalkan “Golput” KPUD bisa berbuat antara lain (1) melalui mekanisme Politik yaitu penentuan calon dengan parameter ketokohan, profesional, moral, rekam jejak sang calon dan nilai jual di tengah masyarakat, hindari Nepotisme, transaksi financial politik; (2) melalui peningkatan managemen pelayanan dan penyebaran informasi publik kepada masyarakat, menyangkut hak dan tanggung jawab pemilih, keakuratan data dan informasi.

Kita sama mengetahui bahwa di Propinsi Jambi akan berlangsung Pemlihan Bupati/Walikota sebagai basis otonomi daerah yang akan bertindak sebagai penentu kebijakan pembangunan di daerah, tentunya harus melalui proses yang betul-betul berfikir kepada kepentingan rakyat, maka sedini mungkin KPUD meningkatkan management pelayanan dan penyebaran Publik tersebut, untuk menciptakan dan melahirkan Pemimpin rakyat yang menjadi pilihan rakyat, dan Partai Politi sebagai pihak penentu pasangan calon hendaknya betul-betul menyeleksi calon tidak hanya melihat dari aspek financial belaka, namun lebih berorientasi pada aspek mementukan nilai ketokohan yang layak untuk menjadi pemimpin di daerah, tentunya melalui seleksi alam, nilai ketokohan tidak bisa  hanya mengandalkan financial dan dukungan pejabat, namun nilai ketokohan lebih bersimbiosis dengan waktu yang relatif lama secara alami di tengah masyarakat, disamping melalui jalur Individu atau Independent.