Minggu, 10 Juli 2011

FESTIVAL MASYARAKAT PEDULI DANAU KERINCI XI (antara dimensi Budaya, Ekologi dan dimensi Ekonomi)

Kunjungan Wagub Jambi dan Kadis Pariwisata 
Oleh Syamsul Bahri, SE
(Conservationis dan Dosen STIE-SAK)

Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci tahun 2011 atau (FMPDK XI), yang dilaksanakan semenjak tanggal 6 Juli – 10 Juli 2011, dibuka secara resmi di dermaga Danau Kerinci oleh Wakil Gubernur Jambi, dan saat ini merupakan Festival yang ke 2 kali setelah Pemekaran Kabupaten Kerinci menjadi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh.

Kunjungan Wabup dan Kadis Pariwisata Jambi pada salah satu Stand FMPDK XI Kerinci (pada saat acara pembukaan)
 
Kegiatan Fesitival ini jika kita lihat dari memaknai dimensi Festival, sesungguhnya memiliki 2 dimensi utama dalam penyelengaraan yang ditumbuh kembangkan oleh kata “Peduli” yaitu dimensi pertama yaitu “kepedulian” masyarakat Kerinci untuk melestarikan budaya Kerinci, dimasa modernisasi kecenderungan budaya kerinci ditinggalkan oleh masyarakat yang sekaligus sebagai asset wisata, sedangkan “dimensi kedua” adalah kepedulian masyarakat  Kerinci akan Danau Kerinci sebagai sebagai sebuah bentang ekologis danau yang memiliki peran yang penting masa lalu dan masa yang akan datang sebagai bagian sejarah dan sebagai potensi ekonomi baik dari aspek wisata maupun Perikanan, bahkan sebagai sumber dari dan dasar dibangunnya Mega Proyek PLTA Kerinci Tirta yang tentunya membawa berkah ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah, yang dikaitkan pemberdayaan ekonomi dan promosi wisata Kerinci, yang diketahui bahwa Kerinci merupakan surganya wisata Propinsi Jambi dan merupakan Daerah Tujuan Wisata atau Obyek dan daya Tarik Wisata Alam dan Budaya Utama (DTW/ODTWA/B) utama di Propinsi Jambi, tentunya dengan tujuan akhir adalah ekonomi kerakyatan dan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditengah kekurangan PAD yang selama ini menjadi masalah bagi Kerinci.

Jika kita lihat dari dua dimensi tersebut, dalam pelaksanaan festival tahun ini dan tahun sebelumnya, bahwa dimensi budaya yang masih lebih menonjol seperti kesenian tradisional, sike rabana dll, kuliner khas Kerinci, dan atraksi budaya lainnya, sedangkan dimensi masyarakat Peduli Danau Kerinci, baru dalam menaburkan ikan smah ke danau kerinci. Dalam dimensi masyarakat Peduli Danau Kerinci, memang masih dirasakan belum maksimal dilakukan dalam even Festival tahun ini dan tahun sebelimnya, karena Danau Kerinci tidak dilihat hanya secara fisik, melainkan sesungguhnya danau Kerinci harus dilihat dari aspek kesinambungan debet air danau Kerinci dari masa ke masa, baik dilihat dari potensi perikanan, potensi wisata, bahkan potensi sumber air bagi PLTA Kerinci Tirta, sehingga alangkah baiknya dalam rangka event ini ada “gerakan daerah” untuk melestarikan dan mewujudkan kepedulian danau Kerinci melalui kegiatan penanaman pohon yang bernilai ekonomis di areal lahan-lahan kritis yang ada di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh.

Festival Masyarakat Peduli Danau Kerinci, adalah festivalnya masyarakat Kerinci, jika kita kembalikan kepada sejarah bahwa masyarakat Kerinci itu secara kewilayahan adat adalah mulai dari Siulak di Mudik (Desa Liter W), sampai ke Tamiai dihilir (Parentak, Muara Imat), sedangkan saat ini Kerinci menjadi 2 wilayah administratif yaitu Kabupaten Kerinci dan Kota Sungaipenuh, sehingga penanganan kepedulaian Danau kerinci dan budaya Kerinci, seyogyannya tidak melihat wilayah Administratif Kepemerintahan, melainkan kewilayahan adat masyarakat Kerinci yang diakui semenjak zaman dahulu, sesungguhnya kebersatuan dan kesatuan dalam kewilayahan budaya dan adat yaitu ”bumi Sakti Alam kerinci” yang memegang teguh ”adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah-ABS-SBK” dan merupakan sebuah ikatan emosional yang masih sangat kuat, bukan hanya di Kerinci/kota Sungaipenuh, bahkan sampai ke luar Kerinci bahkan ke luar Negeri.

FMPDK yang telah menjadi agenda Pariwisata Nasional, sampai saat ini telah dilaksanakan sebanyak 11 kali, merupakan suatu pesta masyarakat Kerinci dalam mendukung Kerinci sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW), dimaknai minimal 2 makna penting yaitu sebagai ajang promosi wisata dan bentuk kepedulian masyarakat akan Danau Kerinci dan Budaya Kerinci, apakah dua makna tadi sudah tercapai dalam Festival ini, ini memerlukan kajian ilmiah secara independent untuk menentukan keberhasilan dari Festival ini, kita sangat menyadari bahwa promosi dan kepedulian itu memerlukan proses yang panjang, agar pestival selanjutnya lebih bermakna dan bermanfaat, sehinga memerlukan evaluasi melalui parameter yang terukur baik promosi, maupun bentuk kepedulian dalam kontek ekonomi dan kontek lingkungan, yang akan memberikan rekomendasi untuk Festival selanjutnya. Harapan kita Pestival ini harus meraih minimal 2 sukses, sukses pelaksanaan, dan sukses manfaat terutama manfaat ekonomi (multiflier efek) dari Festival


Sebagai sebuah wilayah yang bangga dengan potensi wisata alam yang kaya dan sebagai surga wisata alam, namun potensi tersebut baru sebatas potensi yang belum memberikan nilai positif bagi Kabupaten Kerinci, terutama dari aspek nilai ekonomi, padahal Kerinci yang dianugrah segumpal tanah surga yang tercampak ke bumi, seharusnya bukan hanya punya kebanggan akan potensinya, namun lebih jauh bisa bangga akan peluang-peluang ekonomi yang akan mendatangkan PAD dan kesejahteraan masyarakat dengan tanpa merusak bentang alamnya, namun kebanggaan semu tersebut belum bisa memberikan harapan ekonomi bagi masyarakat apalagi PAD.

Kekayaan potensi wisata Kerinci masih sedikit yang sudah menjadi Obyek dan daya tarik Wisata Alam/Budaya (ODTWA/B) serta atraksi yang akan dijual, dilokasi daerah Tujuan Wisata (DTW), dan terkesan belum maksimal memberikan dan memenuhi aspek ”Apa yang dilihat (something to see)”, ”Apa yang dilakukan (something to do)”,”Apa yang akan dibeli (something to buy)”

Pada hal fakta mengatakan bahwa pariwisata merupakan sebuah industri terbesar dunia ( the world's largest industry ),  yang memiliki Prospek sangat menjanjikan bahkan sangat memberikan peluang besar, terutama apabila menyimak angka-angka perkiraan jumlah wisatawan internasional ( inbound tourism ) berdasarkan perkiraan WTO yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020

Pengelolaan wisata Kerinci harus dikelola dengan profesional agar bisa memberikan pengaruh positif terhadap PAD dan peningkatan pendapatan masyarakat, karena memang pengelolaan wisata saat ini lebih menitik beratkan pada pelibatan masyarakat secara aktif melalui Community based Tourism Development (CBTD), karena memasuki milenium ketiga ini ditandai dengan berkembangnya isu "4Ts" (transfortation, telecommunication, tourism and technologi) yang mendorong pariwisata berkembang menjadi salah satu industri yang tumbuh dengan dominan di berbagai belahan dunia.

Namun potensi dan kekayaan wisata alam tersebut tidak akan memberikan manfaat bagi PAD dan peningkatan Pendapatan masyarakat dan peluang lapangan kerja baru, apabila pengelolaan tidak berorientasi pada pengelolaan profesional, dan Kerinci sekedar bangga dengan Kekayaan Potensi Wisata Alam saja.

Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang tidak haus eksploitasi sumber daya alam dan merupakan kegiatan yang hemat SDA dan mendatangkan devisa yang cukup tinggi, sehingga pengambangan Pariwisata merupakan suatu program prioritas di Indonesia, tentunya menjadi program prioritas bagi Pemerintahan Kabupaten Kerinci, Kota Sungaipenuh dan Propinsi Jambi,  bahkan pariwisata disebut sebagai katalisator pembangunan dapat mendukung perekonomian Negara dengan efek negative yang sangat kecil

“Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat” (Piagam Pariwisata Berkelanjutan, 1995)

Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan.

Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak saja terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat ini konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dianggap sebagai ‘resep’ pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dapat dikenali melalui prinsip-prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara lain Partisipasi masyarakat, Keikutsertaan para pelaku (stakeholder), Kepemilikan local, penggunaan sumber daya secara berkelanjutan, mewadahi tujuan-tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan evaluasi, akuntabilitas, Pelatihan serta promosi,

Apa yang diuraikan diatas, rasanya tidak salah kita simak ungkapan Mantan Menteri kehutanan MS Kaban sewaktu acara Penutupan dan acara jumpa Pers, pada Pestival Masyarakat Peduli Danau Kerinci VII pada tanggal 4 November 2006, beliau menyatakan “ Danau Kerinci adalah sebuah anugerah, yang harus bisa kita bangun menjadi modal untuk memakmurkan Kabupaten Kerinci, ini adalah modal yang harus kita kembangkan, modal yang harus kita manfaatkan untuk menjadi sumber kesejahteraan itu”, sehingga masyarakat Kerinci harus memilihara keindahan dan keutuhan air dari Danau Kerinci yang berasal dari Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, serta potensi ekonomi yang akan menghidupi masyarakat sekitar danau.