80 Desa Tolak HTI di Kerinci Seblat
Warga Khawatir PLTMH Terganggu
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/17/03554224/80.desa.tolak.hti.di..kerinci.seblat
Sabtu, 17 Oktober 2009 | 03:55 WIB
Jambi, Kompas - Gelombang penolakan atas rencana pembukaan hutan tanaman industri di kawasan penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi, meluas. Jumat (16/10), sebanyak 80 kepala desa dari 4 kecamatan menandatangani penolakan izin bagi PT Duta Alam Makmur.
Penandatanganan surat penolakan itu sebagai tanggapan atas keputusan Menteri Kehutanan MS Kaban yang memberikan perpanjangan batas waktu penyusunan dan penyampaian dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu hutan tanaman industri (HTI) PT Duta Alam Makmur (DAM) hingga 30 Oktober 2009. Padahal, batas waktu penyampaian dokumen amdal berakhir pada akhir Agustus.
”Kami baru tahu belakangan bahwa pemerintah memperpanjang batas waktu penyerahan amdal PT DAM,” kata Jamaludin, Kepala Desa Renah Alai, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin.
Menurut Jamaludin, masyarakat di 42 desa sebelumnya telah menyatakan penolakan kepada Menhut atas rencana pembukaan HTI. Kali ini, semakin banyak desa penyangga taman nasional yang menolak.
Hal senada diutarakan Ali Barte, Kepala Desa Kotabaru. Menurut dia, masyarakat khawatir, HTI akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan menimbulkan bencana ekologi di wilayah mereka.
Berdasarkan catatan Kompas, wilayah hutan produksi yang akan dikonversi menjadi HTI mencapai 118.955 hektar. Wilayah itu berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) di Kabupaten Merangin. Sebagian di antaranya merupakan hutan produksi terbatas yang menurut aturan tidak dapat dikonversi menjadi HTI.
Kawasan tersebut bertopografi curam 45-75 derajat sehingga tidak layak untuk HTI. Kawasan itu menjadi habitat bagi satwa liar dilindungi dan hampir punah, seperti harimau sumatera, ungko, siamang, tujuh jenis burung rangkong, macan dahan, kucing mas, tapir, serta kambing gunung.
Pembangkit listrik
Hampir 10 tahun terakhir, masyarakat setempat memanfaatkan hulu-hulu sungai di wilayah itu untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH). Ada 25 pembangkit listrik yang mengalirkan listrik bagi masyarakat. Masuknya HTI dikhawatirkan akan merusak kawasan hulu sungai dan berdampak pada menurunnya produksi listrik.
Direktur Eksekutif Walhi Jambi Arif Munandar mengatakan, penolakan tidak hanya dilakukan oleh masyarakat desa. Sebanyak 18 lembaga swadaya dan organisasi pencinta alam menolak pembukaan HTI di penyangga TNKS. Mereka antara lain Walhi Jambi, Lembaga Tiga Beradik, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, LBH Lingkungan, Perkumpulan Hijau, Perkumpulan Gita Buana, Mapala Gitasada, dan Mapala Himapasti. (ITA)
Memang betul, bahwa SK menhut tentang HTI itui terkesan memberi peluang IPK, seyogyannya HTI di HP yang sudah tidak ada tegakan hutan lagi
BalasHapus