TAMAN NASIONAL BUKIT DUA BELAS
(komitmen dalam pengelolaan)
Oleh syamsul Bahri, SE
Taman Nasional Bukit Duabelas, yang terletak cukup startegis di antara 3 taman nasional yang ada di Propinsi Jambi, yaitu TN Kerinci Seblat, TN Berbak dan TN Bukit Tigapuluh, sebagai sebuah taman nasional perwakilan dataran rendah, dengan memiliki tujuan pengelolaan dwifungsi, yaitu fungsi konservasi dan fungsi ruang hidup suku anak dalam (SAD) atau orang rimba (OR).
Keberadaan Taman Nasional di Indonesia oleh beberapa pihak di era otonomi daerah dianggap sebegai faktor penghambat, hal itu juga dirasakan dalam pengelolaan TN Bukit Duabelas saat ini, dimana tekanan semakin kuat, dengan berbagai intrik untuk bisa melegalkan pemanfaatan kawasan untuk kebun/perkebunan, pertambangan, hasil kayu dll demi mengejar nilai-nilai ekonomi dan memperjuangkan nafsu kerakusan dan pemaksaaan dengan mengorbankan kepentingan yang lebih besar, baik lingkungan maupun ekonomi secara mikro dan makro.
Jika kita fahami sejerah proses pembentukan TN Bukit Duabelas ini, bahwa pembentukan dimulai dari Surat usulan Bupati Sarolangun Bangko No: 522/182/1984 tanggal 17 Februari 1984 tentang Usulan Kawasan Hutan BD menjadi hutan lindung dan Cagar Biosfire, yang diteruskan melaui
Surat Kepala Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam Jambi (sekarang SBKSDA Jambi) No: 163/V/813 PPA/1984 tanggal 15 Februari 1984 perihal yang sama, dan oleh Gubenrnur Jambi meneruskan usulan tersebut ke Manteri Kehutanan dengan No. 522.51/863/84 tgl 25 April 1984 agar Kawasan Bukit Duabelas seluas 28.707 ha diperuntukan sebagai Cagar biosfire yang oleh Menteri kehutanan kawasan tersebut di tetapkan sebagai kawasan Cagar Biosfire dengan SK Menhut No: 46/Kpts-II/1987 tgl 12 Februari 1987 seluas 29.485 ha, namun setelah dilakukan Penataan Batas tahun 1989, kawasan tersebut menjadi seluas 26.788 ha
Surat Kepala Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam Jambi (sekarang SBKSDA Jambi) No: 163/V/813 PPA/1984 tanggal 15 Februari 1984 perihal yang sama, dan oleh Gubenrnur Jambi meneruskan usulan tersebut ke Manteri Kehutanan dengan No. 522.51/863/84 tgl 25 April 1984 agar Kawasan Bukit Duabelas seluas 28.707 ha diperuntukan sebagai Cagar biosfire yang oleh Menteri kehutanan kawasan tersebut di tetapkan sebagai kawasan Cagar Biosfire dengan SK Menhut No: 46/Kpts-II/1987 tgl 12 Februari 1987 seluas 29.485 ha, namun setelah dilakukan Penataan Batas tahun 1989, kawasan tersebut menjadi seluas 26.788 ha
Pada tahun 1997, LSM KKI Warsi yang telah secara konkrit dan intensif melakukan pendampingan di wilayah tersebut melakukan kajian kehidupan dan penghidupan Orang Rimba (OR) di kawasan tersebut, merekomendasikan agar areal Kawasan PT Inhutani V dan PT Sumber Hutan Lestari yg terletak di sisi luar bagian utara Cagar Biosfire sebagai Kawasan hidup komunitas Orang Rimba, rekomendasi tersebut ditindak lanjut oleh Menteri Kegutanan dengan membentuk Tim Terpadu untuk melakukan kajian mikro di Kawasan Bukit Duabelas, dan melahirkan rekomendasikan agar areal Kawasan di sisi utara yang berbatasan dengan Cagar Biosfire Bukit Duabelas dijadikan Kawasan lindung
Menyikapi rekomendasi dari Tim terpadu tersebut, oleh Gubernur Jambi dengan surat No525/0496/Perek, tanggal 20 Januari 2000, mengusulkan agar Menhutbun membatalkan Pencadangan Lahan PT Inhutani V dan PT Sumber Hutan Hutan Lestari seluas 38.500 ha, guna diperntukkan bagi Kawasan Cagar Biosfire menjadi 65.300 ha.
Menteri Kehutanan, bertitik tolak, bahwa kawasan ini harus dikelola secara intensif melalui unit organisasi yang syah, makamelalui SK Menhutbun No : 258/Kpts-II/2000 tanggal 23/08/2000, kawasan tersebut ditunjuk dengan sistim pengelolaan Taman Nasional, yang bernama Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) seluas 60.500 ha yg terletak di (3) tiga Kabupaten yaitu Sarolangun (6.758 ha), Batanghari (41.259 ha), dan Tebo (12.483 ha), dan pada tanggal 26 Januari 2001, Presiden RI mendeklarasikan Taman Nasional Bukit Duabelas di di Jambi
Dari data dan kronologis yang diuraikan diatas, bahwa penetapan TNBD melalui sejarah yang cukup panjang, berawal dari semakin maraknya kegiatan eksploitasi hutan untuk HPH, Perkebunan, pertambangan pada dekade tahun 1980-an, yang berdampak areal dan tempat hidup OR semakin hari semakin sempit, bahkan mungkin hilang, dan merupakan sebuah keputusan Politik (political will) yang memiliki pemahaman yang mendasar, untuk menyelamatkan kawasan bukit duabelas sebagai kawasan biodiversity dataran rendah, serta melindungi dan melestarikan tempat kehidupan dan budaya OR (Suku Anak Dalam) yg sejak lama berada dan hidup di kawasan bukit duabelas, disamping melindungi dan melestarikan serta mengembangkan tanaman obat-obatan yg merupakan sumber daya penghidupan OR, hal itu sebagai tindak lanjut dari kajian KKI Warsi melalui Rekomendasi untuk “perluasan kawasan Bukit Duabelas untuk menjadi kawasan “tempat hidup dan penghidupan Orang Rimba (OR)
Rentetan sejarah Taman Nasional Bukit Duabelas tersebut secara specifik memiliki dua tujuan pengelolaan, yaitu tujuan umum yaitu
melindungi proses ekologis yang menunjang kehidupan, mengawetkan keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik, memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya yang ada untuk kepentingan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, rekreasi, wisata alam dan jasa lingkungan serta kegiatan penunjang budi daya; sedangkan tujuan khusus adalah melindungi, memelihara, memperbaiki dan melestarikan kawasan hutan hujan dataran dataran rendah yg memiliki keanekaragaman flora, fauna dan ekosistem yg tinggi dan sudah terancam punah, melindungi dan melestarikan tempat kehidupan dan budaya orang rimba (OR) yang sejak lama berada di Kawasan Bukit Duabelas, melindungi dan melestarikan serta mengembangkan tanaman obat-obatan yg merupakan sumber daya penghidupan Orang Rimba.
melindungi proses ekologis yang menunjang kehidupan, mengawetkan keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik, memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya yang ada untuk kepentingan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, rekreasi, wisata alam dan jasa lingkungan serta kegiatan penunjang budi daya; sedangkan tujuan khusus adalah melindungi, memelihara, memperbaiki dan melestarikan kawasan hutan hujan dataran dataran rendah yg memiliki keanekaragaman flora, fauna dan ekosistem yg tinggi dan sudah terancam punah, melindungi dan melestarikan tempat kehidupan dan budaya orang rimba (OR) yang sejak lama berada di Kawasan Bukit Duabelas, melindungi dan melestarikan serta mengembangkan tanaman obat-obatan yg merupakan sumber daya penghidupan Orang Rimba.
Dengan melihat kronologis pembentukan tersebut, maka visi dari Balai Taman Nasional Bukit Duabelas adalah “Menjadi contoh TN yg mengintegrasikan kepentingan pembangunan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dg pembangunan Masyarakat terasing”, yang ditindak lanjuti dalam misi-misi implementatif antara lain penyusunan Zonasi TNBD yang dilaksanakan secara partisipatif bersama-sama dengan suku anak dalam, mulai tahap perencanaan, sampai tersusunya rancangan zonasi (design Zonasi) yang saat ini dalam pembahasan di tingkat Kacamatan, sebagai tindak lanjut dari konsultasi Publik ditingkat lapangan dengan suku anak dalam (SAD)
Dari design zonasi TNBD yang telah dilakukan sebagai rancangan zonasi TNBD, jelas komitmen pengelolaan sejalan dan searah dengan sejarah pembentukan, sehingga dalam rancangan zonasi TNBD mencerminkan fungsi dan tujuan pengelolaan Taman Nasional, seperti tujuan khusus untuk tempat hidup dan penghidupan orang rimba, lebih dari 80% luas kawasan diperuntukan sebagai tempat hidup dan kehidupan Orang rimba, meliputi zona tradisional yang diperuntukan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dgn sumber daya alam, seluas 68,30%; Zonas religi yang diperuntukan untuk kegiatan religi yg masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat, seluas 12,13%.
Sedangkan untuk tujuan umum yaitu tujuan murni konservasi dan rehabilitasi seluas 19,57%, yang meliputi zona inti seluas 16,19%, Zona rimba seluas 1,31%, zona pemanfaatan seluas 0,9% dan zona rehablitasi seluas 1,08%
Sedangkan untuk masyarakat dan desa penyangga TNBD yang secara langsung atau tidak langsung menerima manfaat ekonomi TNBD, telah dan sedangkan dilakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui kegiatan penguatan ekonomi lokal berdasarkan skala prioritas, baik oleh BTNBD maupun oleh Instansi tehnis lainnya yang secara hirarki menjadi bagian dari tanggung jawab pemberdayaan masyarakat melalui program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), sampai saat i Kegiatan Penguatan Ekonomi lokal telah dimulai pada tahun ke 3 semenjak operasional secara resmi Balai Taman Nasional Bukit Duabelas yaitu semenjak tahun 2009, dari 23 desa Penyangga, telah dilakukan kegiatan pemberdayaan melalui kelompok usaha di 11 desa Penyangga, yang ditentukan berdasarkan kajian dan analisis skala prioritas.
Dari kegiatan pemberdayaan dan penguatan ekonomi lokal tersebut melalui kelompok usaha di 11 desa, sebanyak 82 % bantuan dalam bentuk dukungan untuk kegiatan Pertanian masyarakat, sedangkan sisanya 18% bantuan dalam bentuk kegiatan Industri Rumah tangga (Home Industry) tepat guna, seperti Konveksi, dan pengolahan tahu, kerajinan dll.
Bantuan terasebut lebih bersifat ransangan dan ajakan kepada kelompok untuk mengurangi tekanan dan tingkat ketergantungan terhadap hasil hutan dan hutan secara langsung, sekaligus untuk menumbuh kembangkan peningkatan nilai tambah dan peningkatan pendapatan keluarga anggota Kelompok Usaha, minimal dapat menembus terpenuhinya kebutuhan minimum keluarga atau menembus Powerty line (garis kemiskinan).
Pelaksanaan pemberdayaan ekonomi melalui penguatan ekonomi lokal ini dilakukan melalui tahapan Orientasi lapangan yang dilanjutkan dengan identifikasi, analisis aspek kelayakan ekologi/konservasi, kelayakan ekonomi (yang tercermin dari kelayakan produksi, pasar), kelayakan financial, kelayakan tehnis, kelayakan sosial budaya dan lainnya, melalui pembahasan kesepakatan kelompok usaha/kelompok tani di desa penyangga TNBD secara transparan dan musyawarah, untuk mewjudkan pemberdayaan yang berkelanjutan. Azas musyawarah, azas kesepahaman dan azas button up, azas kesetaraan menjadi paradigma untuk ”membangunan kesepahaman” dalam proses pelaksanaan penguatan ekonomi lokal yang dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Duabelas