Rabu, 25 November 2009

UJIAN NASIONAL DAN KELULUSAN SISWA (Penciptaan generasi intelektual Semu ???)

UJIAN NASIONAL DAN  KELULUSAN SISWA
(Penciptaan generasi intelektual Semu ???)
By Syamsul Bahri, SE, Pengamat, Conservationist, Dosen STIE-SAK, syamsul_12@yahoo.co.id

Berita pelaksanaan ujian nasional bulan Maret 2010 seharusnya tidak mengagetkan (Kompas, 12/11), dan memang menjadi sebuah dilema dalam proses pendidikan di Indonesia, karena kecenderungan proses pendidikan di Indonesia mengarah pada proses menjadikan siswa menjadi “pintar”, bukan bertujuan memcerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, sebagai salah satu tujuan dari pendirian Negara ini adalahn “mencerdaskan kehidupan bangsa:
Apa yang disampaikan diatas, terlihat indikasi bahwa pelaksanaan ujian nasional akan dilaksanakan pada bulan Maret 2010, membawa implikasi dalam proses pembelajaran, antara lain “pemadatan pengajaran” dalam bentuk pembentukan “les tambahan”,“tim sukses” Ujian nasional tingkat sekolah, dimana proses pembelajaran diarahkan untuk bagaimana strategi menjawab pertanyaan, dengan memberikan peluang “try out” oleh lembaga-lembaga pendidikan yang direkomendasikan, membuat kosentrasi siswa hanya dipusatkan pada kiat menjawab pertanyaan secara tepat, dalam wilyaha ranah “hapalan” dalam rangka mempertahan dan mengangkat nama baik sekolah dan nama baik kepala sekolah dan Pemerintahan Kabupaten/kota, tentunya pengabaian terhadap nilai jelajah intelektual siswa.
Dengan mekanisme yang telah ditetapkan dalam Ujian Nasional, melalui kriteria kelulusan, kecenderungan menciptakan siswa lulus, bukan menciptakan siswa yang memiliki nilai-nilai kecerdasan/jelajah intelektual yang siap beradaptasi dengan segala pernik pernik bentuk persoalan dan  “pemahaman” materi, seharusnya kelulusan siswa ditentukan oleh proses pembelajaran selama 6 tahun untuk tingkat dasar, dan 3 tahun untuk tingkat menengah dan atas, namun yang terjadi saat ini adalah nilai kelulusan yang tercipta adalah “intelektual semu”, atau “ siswa pintar” tentunya memungkinkan siswa untuk tidak siap menerima kondisi dan situasi yang berbeda. Hasil ini sementara menjadi kebanggan dari sekolah dan Pemerintah Kabupaten/kota, dimana siswa mereka dapat lulus dengan prosentase yang baik dalam Ujian Nasional.

Sebagai hasil akhir dari sebuah proses pembelajaran yang tercipta seperti Ujian Nasional ini adalah bagaimana bisa mendapat Ijazah (STTB), bukan kreativitas yang handal yang mampu menghadapi semua situasi dengan kreativitas dan kompetensi, tentunya apabila siswa tersebut bernasib baik dan menjadi pejabat, maka kecenderungan akan menjadi pejabat dengan “target kesemuan” juga, lebih mengutamakan dan menciptakan kondisi kedamaian semu, dengan segala kongkalikokang

Jelas disini tujuan Pendidikan Nasional yang diamanatkan dalam UUD 1945 adalah ”mencerdaskan kehidupan bangsa, dan fungsi pendidikan Nasional diuraikan dalam UU Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab

Sesuai UU No.20 Tahun 2003,  tentang sistim Pendidikan Nasional Bab XVI pasal 57 ayat (2)  evalausi dilakukan kepada peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan informal untuk semua jenjang, satuan  dan jenis pendidikan, sedangkan pasal 58 ayat (1) evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh Pendidik untuk mamantau proses kemampuan dah perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan  dan pasal 1 ayat (17) standar nasional Pendidikan adalah criteria minimal tentang sistim pendidikan diseluruh wilayah NKRI, sedangkan Pasal 35 ayat (1) dalam penjelasan “kompetensi kelulusan adalah merupakan kualifikasi kemampauan kelulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan”, disini jelas bahwa kelulusan tidak bisa ditentukan hanya oleh materi yang diujii dalam ujian nasional, karena sikap, kemampuan dan ketrampilan yang hanya diketahui oleh Pendidik/guru tidak dinilai oleh Ujian Nasional, kembali lagi peran pendidik dikebirikan. Pasal 37 materi wajib yang harus diakomodir dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat Pendidikan Agama, PKN, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya Penjas, Ketarmpilan dan jasa, muatan local, kata “ wajib” merupakan suatu bentuk yang wajib diajarkan kepada anak didik, konsekwenasinya materi tersebut menjadi indicator sebuah kelulusan anak didik.

3 komentar:

  1. Openi Bung Syamsul banyak benar,kalau lah boleh diumpamakan dunia pendidikan saat ini laksana menara gading, indah dipandang mata tapi asing bagi lingkungan pendidikan itu sendiri,program life skil yang pernah diterapkan hilang entah kemana..pada hal dengan program tersebut siswa dilatih bertanya secara kritis dan membuat kesimpulan sendiri dibawah bimbingan pendidik, sebagai contoh peserta didik kita ajak menyelusuri sebuah sungai dari hilir ke hulu.dari air sungai peserta didik dituntut meneliti kandungan air tsb, dari tumbu2an yang tumbuh dipingir sungai mereka dapat mengurainya pungsi akar,daun dstnya,serta kandungan asam tanah yang cocok dengan tanaman pertanian,penduduk yang tinggal dihulu sungai peserta didik bertanya dari mana asal mereka dan sudah berapa mereka tinggal disana dan pertanyaan2 apa yang mereka lihat, kemudian mereka diminta membuat kesimpulan sendiri dibawah bimbingan pendidik. disini jelas tergambar peserta didik secara langsung telah belajar sejarah,fisika, biologi dan Matemtika.pembelajaran seperti ini yang seharusnya diterapkan kerena telah mencakup ranah kognitif, efektif dan psyikomotor,bukan hanya sekadar mampu kiat menjawab soal UN yang kualitas semu seperti pendapat bung Syamsul. selanjutnya program MPMBS pada prinsipnya baik tapi sayang hanya diatas kertas, hak guru sebagai orang yang paling tahu kemampuan peserta didik dan bergelut denga peserta didik setiap saat dikebiri saat UN sebagaimana pendapat Bung Syamsul.. Pertanyaan saya apakah kita telah kembali ke era orde baru dan pola baru... entahlah biarkan mereka yang membuat kebijakan menjawanya.

    BalasHapus
  2. jadi, saya berpendapat, tidak semua yang ada di ORBA itu jelek, banyak hal yang positif di ORBA bisa dibawa dan jadi acuan di era reformasi, termasuk Pendidikan

    BalasHapus
  3. ya, saya pikir pendidikan itu bertujuan untuk mencerdaskan, bukan untuk mwnyiapak siswa bisa memilih jawaban, tentunya kurikulum dan sistim pengajaran mengacu pada visi pendidikan yang tertuang dalam UUD 1945

    BalasHapus