Selasa, 08 Februari 2011

KECAMATAN SUNGAI PENUH
PENENTU PILWAKO SUNGAIPENUH PUTARAN KEDUA (2)
Oleh Syamsul Bahri, SE (Pengamat, Conservationist)


Pelaksanaan Pemilihan Walikota Sungai Penuh putaran II direncanakan pada tanggal 17 Maret 2011, dengan peserta Pemilihan adalah pasangan Calon walikota Ahmadi Zubir dan Murshal Anzhari sebagai perolehan suara terbanyak I dan Calon walikota pasangan Asfari Jaya Bakri dan Adrinal Salim sebagai pasangan perolehan suara terbanyak II

Jika kita amati hasil putaran pertama bahwa peluang Ahmadi Zubir dan Murshal Anzhari  dengan kemenagan cukup telak, apalagi kondisi saat ini, kemungkinan mengerucutnya Pesisir Bukit dan Hamparan Rawang cukup besar, akan memberi nilai tersendiri bagi pasangan  Ahmadi Zubir dan Murshal Anzhari. Sedangkan pasangan AJB dan Adrinal Salim yang didukung oleh koalisasi nasional yaitu Partai pengusung dan pendukung demokrat, Partai pengusung dan pendukung Golkar dan PKS, bahkan beberapa pasangan yang belum masuk putaran II indikasi bergabung dengan pasangan ini, yang kemungkinan akan meningkat jumlah pemilih bagi pasangan AJB dan Adrinal Salim.

Bahkan saat ini rebutan pengaruh dan klaim dukungan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam dinamika Pilwako ini terutama di wilayah Kecamatan Sungai Penuh dan Kumun Debai yang merupakan wilayah secara emosional merupakan wilayah tanpa tuan,  bahkan wilayah ini merupakan wilayah yang dihuni terutama di kecamatan Sungaipenuh, yang dihuni oleh masyarakat Pribumi dan melti etnis, tentunya memerlukan startegi pendekatan yang jitu, baik pendekatan oleh pasangan Ahmadi Zubir dan Murshal Anzhari maupun oleh pasangan AJB dan Adrinal Salim.

Memang jika kita amati peta politik yang tercipta semenjak putaran I pertama dan indikasi mengerucutnya Hamparan Rawang dan Pesisir Bukit, tentunya membuat pasangan pasangan AJB dan Adrinal Salim  harus bekerja keras terutama di wilayah Kecamatan Sungaipenuh dan Kumun debai disamping mempertahankan basis sendiri dan memberi pengaruh di basis lawan,

Seyogyannya pasangan cawako menyadari bahwa dukungan yang dimiliki saat ini secara semu oleh pasangan-pasangan tersebut akan efektif jika didukung oleh (1) factor Mesin Politik adalah Manajemen Organisasi Partai pengusung dan pendukung dengan jejaring kerja yang baik, sampai ke pelosok Desa yang bekerja secara baik, yang mempermudahkan untuk memperkenalkan sang pasangan cawako dan apakah pemilih/constituen tahap pertama cukup loyal, serta apakah tokoh Partai pengusung dan pendukung, pengurus Partai pengusung dan pendukung dan anggota Partai pengusung dan pendukung menjadi panutan di tengah masyarakat, atau memang Pilihan karena figur kondidat yang tidak dipercayai, unsur nepotisme dan money politik dari pihak parpol tertentu yang membuat masyarakat jenuh, dll; (2) adalah factor pasangan” Kandidat yang dipilih oleh Partai pengusung dan pendukung apakah didukung pula oleh pemilih. Pada titik ini kerap terjadi masalah. Kandidat yang dipilih oleh Partai pengusung dan pendukung kerapkali dianggap tidak sesuai dan bukan menjadi harapan dari pemilih. Akibatnya pemilih mencari kandidat lain, meski berasal dari Partai pengusung dan pendukung yang berbeda; (3) factor Golongan putih (Golput) dalam setiap Pemilu baik Pileg, Pilkada, maupun Pilpres tidak mungkin untuk dihindari, dan memang itu sebuah pilihan, dilatar belakang menurut beberapa pengamat adalah instrumen pemilu dan pilkada, yakni antara lain (1). figur kandidat yang ditetapkan dengan parameter profesional, moral, dan nilai jual di tengah masyarakat, ternyata calon yang muncul dinilai masyarakat tidak aspiratif dan tidak kapabel, (2) unsur nepotisme dari pihak parpol tertentu yang membuat masyarakat jenuh. (3) faktor yang juga paling dominan yang menjadi penyebab golput adalah sikap nepotisme pihak-pihak tertentu dalam menetapkan calon sementara, sedangkan dalam kondisi riil bertentangan dengan keinginan masyarakat secara umum hal itu akan memengaruhi orang untuk tidak memilih alias memilih untuk golput,” walaupun pilihan tersebut tidak mendukung upaya demokrasi, munculnya golput bukan hanya disebabkan oleh sebuah pilihan, melainkan disebabkan belum sempurnanya pelayanan KPUD dalam memberikan informasi dan pelayanan untuk warga negara yang akan menyalurkan hak politiknya seperti kisruh DPT dimaknai sebagai kesalahan administrasi, pada hal keselahan ini menyebabkan hak politik seseorang hilang, pada hal legalitas akurat DPT bagian terpenting dalam setiap pemilu demokratis..

Dari beberapa uraian tersebut diatas, kemenangan Partai pengusung dan pendukung pendukung secara kursi dan suara, serta perolehan suara putaran I belum bisa dijadikan jaminan untuk bisa memenangkan pasangan pada Pilwako Tahap II tanggal 17 Maret 2011, hal ini ada beberapa penjelasan mengapa kemenangan dalam Pemilu Legislatif tidak selalu diikuti dengan kemenangan calon yang diusung dalam Pilkada. (1) Pilwako Tahap  I dan II sesungguhnya merupakan pertarungan orang, bukan Partai pengusung dan pendukung. Pasangan yang diusung oleh Partai pengusung dan pendukung pemenang Pemilu Legislatif jika kurang “menjual” sulit untuk dipilih oleh pemilih. Kedua, keberhasilan dalam mengusung calon ditentukan oleh apakah mesin politik bisa didayagunakan dengan baik atau tidak oleh Partai pengusung dan pendukung. Mesin politik ini bukan hanya struktur dan jaringan Partai pengusung dan pendukung sampai ke akar rumput, tetapi juga loyalitas pemilih. Dukungan Partai pengusung dan pendukung yang terpecah-pecah, misalnya ada beberapa kandidat dari Partai pengusung dan pendukung yang ikut maju dalam pertarungan bisa mengurangi loyalitas dan dukungan penuh dari pemilih. Pemilih tidak bisa diharapkan secara penuh mendukung calon yang diusung Partai pengusung dan pendukung ketika banyak kader dari Partai pengusung dan pendukung yang ikut bertarung dalam pemilihan (3) Dukungan secara kedekatan kekerabatan dalam paguyuban dan lintas paguyuban yang memiliki kekerabatan secara adat dan Istiadat, secara emosional, sampai saat ini merupakan indikator yang sangat kuat.

Dari Proses tersebut diatas,  jika kita lihat dari uraian tersebut diatas, ternyata Managemen Poltical Marketing menjadi bagian dari proses Pilwako yang berorioentasi pada logika pemasaran (political market place), yang tidak lepas dari formula Demand and Suplay. Sebagai Partai pengusung dan pendukung atau pasangan yang diusung dengan memggunakan analisis lingkungan (potensi positif dan Negatif atau potensi 0) dan riset dalam melahirkan sebuah opini untuk membuat citra dan mempromosikan sebuah penawaran kompetitif yang akan sangat membantu tujuan Partai pengusung dan pendukung dan tujuan Pasangan.

Harapan kita dalam Pilwako Tahap II political marketing yang bersifat learning relationship (saling mempercayai dan egalitarian) dapat membantu masyarakat dalam untuk mendapatkan pemimpin yang mampu menjalankan kualitas “demokrasi substansial”, bukan sekedar demokrasi prosedural dan juga demokrasi elektoral, bahkan bukan membentuk tirani kekuasaan dalam sebuah dynasti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar