Jumat, 04 Maret 2011

PEMILIHAN KEPALA DAERAH “BALADA DALAM DUKUNGAN SEMU”


PEMILIHAN KEPALA DAERAH
“BALADA DALAM DUKUNGAN SEMU”
Oleh Syamsul Bahri, SE

Pada Tahun 2011 ini, dipropinsi Jambi akan berlangsung Pilkada untuk Bupati/wakil Bupati seperti Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, dan Muara Jambi, serta lanjutan putaran II Pilwako Sungaipenuh, sedangkan  yang sudah dilaksanakan adalah Kabupaten Batang hari, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Timur.

Jika kita cermati kondisi Pelaksanaan Pilkada yang telah berlangsung, kecenderungan banyak pasangan baik incumbent maupun bukan incumbent ataupun Independent terlalu dinina bobok dengan sebuah fakta dalam dukungan semu, hal ini sudah banyak terbukti, bahwa data dari peta politik hasil pemantauan oleh tim ”seakan-akan berpihak” pada pasangan tersebut, tapi kenyataan pada hari H justru terbalik, sehingga analisa Ilmiah belum bisa memprediksi kondisi ini, karena ada sebuah kekuatan ”invisible hand” yang bermain justru menjelang hari (H), kondisi ini sebuah bukti pembelajaran politik yang tidak baik selama proses demokrasi langsung di Indonesia, apa lagi beberapa indikasi pelanggaran pilkada dan money politik yang selama ini menjadi sebuah permainan yang terkesan dilegalkan oleh sebuah ketentuan Peraturan dan Perundangan melalui pembatasan waktu pembuktian, money politik yang sangat sulit dibuktikan namun faktanya ini menjadi sebuah kekuatan dan menjadi sebuah permainan dan menjadi dipermainkan oleh masyarakat atau sang calon.

Kondisi yang tercipta menjadi sebuah “balada Pilkada dukungan semu” baik itu dukungan aspiratif secara tertulis maupun tidak tertulis, baik dari lembaga resmi (non government) maupun tidak resmi menjadi bagian permainan dan pemain dalam Pilkada langsung, sehingga dukungan semu pra hari (H) belum menjamin sebuah kemenangan, dan belum mencerminkan sebuah kekuatan menuju hari (H), bahkan dukungan basis secara tradisional juga belum bisa dijadikan jaminan yang kongkrit.

Proses Pilkada langsung selama era reformasi telah menciptakan pembelajararn politik buruk di tingkat elite dan akar rumput, yang berindikasi kepada ketidak pedulian pada kelayakan seorang pimpinan daerah apakah Gubernur atau Bupati/walikota, namun lebih mengutamakan kepentingan sesaat yaitu berapa nilai rupiah atas suara yang diberikan, itupun terjadi kompetisi diantara pemilih.

Fakta tersebut sebuah cerminan kegagalan demokrasi dan kegagalan pembangunan ekonomi, karena diperkirakan cukup banyak pemilih berpikir suara mereka dinilai dengan setitik rupiah untuk setitik harapan dalam satu hari.

Jadi apa yang menjadi tujuan demokrasi sebagai system untuk mewujudkan tatanan berbangsa dan bernegara yang diimplementasikan dalam penyelengaraan Negara dari eksekutif, legeslatif dan yudikatif bekerja dan berbuat untuk Negara dalam hal ini “Pemilik Negara” yaitu Rakyat, karena kedaulan rakayat, dengan indicator keberhasilan adalah pada tatanan ekonomi yang mapan di tingkat masyarakat sebagaimana yang diimpikan oleh Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea terakhir “…….serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak tercapai, karena hasil demokrasi yang benar terciptanya dan terwujudnya keadilan social bagi seluruh rakyart Indonesia, tidak tercapai karena demokrasi yang belum benar, melahirkan sebuah proses Pilkada dengan dukungan semu, yang membawa implikasi pada besarnya cost politik di partai Politik dan money politik, melahirkan sebuah kepemimpinan yang berkerja berdasarkan Investasi Politik dalam bentuk financial (money dan cost politik) maupun non financial yang kemungkinan akan dikonversikan dalam financial, lalu bagaimana Pembangunan bangsa ini sebagaimana diperintahkan oleh UUD 1945, wait and see

Jika amati, antara demokrasi dan kesejahteraan rakyat, terkesan seperti telur dengan ayam, demokrasi bertujuan mewjudkan kesejahteraan rakyat, kesejahteraan rakyat sangat sulit terwujud dengan pola dan sistim demokrasi yang menciptakan demokrasi sebagaimana yang terjadi saat ini dimana seluruh kekuatan financial Negara dan bakal calon dan calon dikeluarkan sebagai investasi politik untuk mendukung proses Pilkada langsung saat ini, namun tidak menghasilkan apa yang diamanatkan dalam demokrasi sebagai alat untuk mewjudkan kesejahteraan social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar